Kamis, 18 September 2008

Humor Supranatural












Tiga Permintaan Domble

Domble, lelaki 30 tahun, sungguh amburadul. Sudah miskin, suka main jin, jelek lagi. Kulitnya hitam dan menakutkan. Apesnya, tak ada perempuan yang meliriknya. Suatu hari, ia menemukan sebuah lampu antik di sebuah pasar yang barusan terbakar. Berbekal pernah membaca kisah Aladin dan Lampu Wasiatnya dalam 1001 Malam, ia pun menggosok lampu itu. Bisa ditebak, dari dalam lampu itu keluar jin. Bisa ditebak pula, bahwa jin itu memberi tiga permintaan pada Domble yang akan dikabulkannya.

“Apa kamu tidak ngibul?” tanya Domble. “Soalnya aku miskin dan jelek ini juga karena jin.”

“Saya ini jin baik. Kalau dulu, yang membantu Anda itu, jin kaspo. Tukang tipu,” tegas jin itu.

Domble mencoba percaya. Ia pun mengucapkan permintaan pertamanya, “Saya minta uang 50 karung.”

Domble diminta si jin untuk memejamkan mata. ‘Bimsalabim’, ketika ia membuka matanya, ternyata di depannya sudah ada 50 karung uang berisi lembaran Rp 100 ribuan.

“Minta apa lagi?” tantang jin.

“Aku minta istana dan isinya!” kata Domble.

Domble memejamkan mata. ‘Bimsalabim’, saat ia membuka matanya, di depannya sudah berdiri istana megah lengkap dengan isinya.

“Sekarang tinggal satu permintaan lagi. Pikirkanlah!” tantang si jin.

“Oke. Aku minta kulitku putih dan dikelilingi banyak perempuan!” pinta Domble, tegas.

Domble memejamkan mata. ‘Bimsalabim’, begitu ia membuka mata, ternyata ia sudah dikelilingi banyak perempuan. Suasananya sangat ramai. Ternyata ia telah berada di tengah pasar dan menjadi tahu. (*)

Ayah Balita

Domble baru berusia 5 tahun, tapi ia waskito, alias dikaruniai ilmu weruh sakdurunge winarah, alias sudah tahu bakal datangnya sebuah peristiwa sebelum kejadian terjadi. Suatu malam ia bermimpi aneh, sampai ia terbangun dari tidurnya. Dalam mimpinya, ia melihat kakek dari pihak ayahnya mati. Dia sampai terbangun dari tidurnya.

“Ayah, saya mimpi kakek mati,” kata Domble, pada ayahnya, sebut saja namanya Matsarap.

“Sudahlah, itu hanya bunga tidur. Ayo, tidur lagi!” kata Matsarap.

Mereka tidur lagi. Ajaibnya, pada pagi harinya, Matsarap mendapatkan telepon bahwa ayahnya mati terkena darah tinggi.

Tujuh hari kemudian, pada sebuah malam, Domble mimpi lagi. Ia melihat ibu ayahnya mati. Ia pun terbangun.

“Ayah, saya mimpi nenek mati,” kata Domble pada ayahnya.

“Hanya bunga tidur. Ayo tidur lagi, hari masih malam,” tandas Matsarap.

Mereka pun tidur lagi. Keeseokan harinya, Matsarap disuruh saudaranya datang ke rumah orang tuanya. Pasalnya, ibunya ‘kleleken’ sendok dan harus ‘good bye’ pada dunia.

Sepuluh hari kemudian, si balita Domble mimpi lagi. Ia sampai terbangun dari tidurnya.

“Saya mimpi ayah mati,” terang Domble.

“Sudahlah, itu hanya kembang tidur. Mimpi bohong. Ayo tidur lagi,” pinta Matsarap.

Domble bisa tidur lagi, tapi sampai pagi mata Matsarap tak bisa dipejamkan. Matanya terus saja menatap langit-langit kamarnya. Ia ketakutan sendiri, jangan-jangan dia akan segera mati.

Pagi harinya, Ibu Domble datang dari pasar dan menangis meraung-raung.

Ada apa, Bu. Menangisnya kayak kehilangan anak atau suami?” tanya si suami, Matsarap.

“Dulkapir, tetangga kita yang tukang becak dan sering mengantarkan saya berbelanja itu, mati kena angin duduk,” terang Ibu Domble. (*)

Tragedi Sopir Necis

Domble terbilang sukses. Meski muka pas-pasan, ia punya istri cantik dan semlohe. Selain itu, ia punya rumah bagus dan mentereng, mobil kinclong, juga seorang sopir yang selalu necis. Ditambah lagi baru-baru ini, istri Domble sebut saja namanya Sri Ngecemes sedang bunting. Terasa lengkaplah kebahagiaan Domble.

Berhubung saking cintanya Domble kepada istrinya yang kinyis-kinyis makserrr itu, ia tak tega jika saat melahirkan nanti si istri kesakitan. Oleh karena itu, ia berencana ke rumah Mbah Edan Rawaraswaras, paranormal yang punya kesaktian: bisa memindahkan kesakitan perempuan saat melahirkan pada ayah si jabang bayi.

Begitu waktu melahirkan tiba, Domble langsung mengajak Sri Ngecemes ke Mbah Edan Rawaraswaras dengan diantar si sopir. Meski namanya menakutkan, ternyata dukun itu bijaksana. Domble diberi kelonggaran untuk memilih seberapa hebat transfer kesakitan istrinya, sambil mengatakan bahwa orang melahirkan itu sakitnya bukan kepalang. Taruhannya nyawa!

“Sepertiga dulu, Mbah. Soalnya, saya juga perlu ngetes diri saya dulu,” terang Domble.

Tangan dan kaki Domble harus diikat. Itu sebagai syarat. Lalu transfer rasa sakit pun dimulai. Ternyata tubuh Domble kuat. Ia tak merasakan sakit apa-apa. Istrinya juga demikian.

“Tambah lagi, Mbah,” tantang Domble.

Akhirnya, 2/3 kesakitan Sri Ngecemes dipindah. Ternyata tubuh Domble masih bugar, meski wajahnya tampak sedikit pucat dan agak berkeringat. Ia merasa tidak merasakan apa-apa, ia hanya cemas.

“Semua kesakitan istri saya saat melahirkan, pindah saja, Mbah,” tantang Domble, kemudian.

Akhirnya, semua kesakitan saat melahirkan itu dipindah semua. Meski begitu, Domble tetap bugar. Ia tak merasa kesakitan. Hanya kaki dan tangannya yang pegal-pegal. Istrinya juga demikian. Hati Domble berbunga-bunga, karena jabang bayinya juga lahir dengan selamat dan sempurna.

Dengan tersenyum lebar, Domble dan istrinya bermaksud pulang, sehingga langsung menuju mobil. Tetapi betapa terkejutnya mereka, ternyata si sopir mereka telah mati. Ia tewas dalam kondisi seperti sedang tertimpa kesakitan yang luar biasa sambil memegang perut bawahnya. (*)

Tidak ada komentar: