Jumat, 12 September 2008

9 Sajak Mashuri 2005











Sajak Mashuri

Junub

ketika kesakitanku beku, kau sungaikan arak

berarak ke sukmaku; masihkah retak jiwa teraba

saat degup kumparkan junub ---dibasuh lenguh

kelamin; lalu hulu berbiak, menjalar ke bebukit

hingga mata, telinga dan kulit guratkan celah

terpurba; khayali, di sepanjang usia

meski terpangkas, berbias; menyemut di asa

dilambangkan lingga

tapi seluruh pintu tuju sementara

serupa burung terhapus dari kurungan ---serupa kau

beryoni, di tepi hari, hati, langgengkan nisbi

di batas; saat nafas pun tak kunjung sampai

kuingat siti, tapi ia ‘lah jauh melenggang ke bebukit

Padang; kuingat sri, tapi ia amsal pepadian

haruskan kubaptis kembali diri, kau ---bak magda

diumpankan segala derita; basuh kaki

dengan air mata; sampai kebutaan melambai

di rindu, tugurkan batu di kalbu; hingga pantai pun

susut batas: antara laut dan darat

pasir pun mencatat desir ---keberadaanmu

tersesat di belukar; muasal ingkar

tapi aku tak melupa pada rupa ---juga kau

sekuntum rekah; kelopak mungil terenda

bianglala; saat sumir gerimis terjelma dan cahya

membias di angkasa

ingatanku seterjal keyakinan; pilar yang tergelar

di dadamu; titahkan titik, meski tak bertemu

di satu arah

di persimpangan, ngilu kalbu terasa merabu

meski kemabukan kini, meski sadarku kini

kau rebut dan kau pacu jalang ke padang

ketika segala siasat berkabut dan berantakan

sebab bibirku selalu gumankan noktah bertiga

: kau, aku dan cinta

tak kutahu, adakah ranjang menanti; atau lingga

bertugu sendiri; serupa antan

saat pepadian menggenapi lumpang

dalam madah-madah panjang ---penantian

nan pualam di ruang; tanpa kenal lebar

saat segala jam menyusut ke seram

Surabaya, 2005


Sajak Mashuri

Gang Lima

bertahan di ujung gang

malam melarut ke tua

dipecahkan bohlam

memeram kata

Surabaya, 2005


Sajak Mashuri

Mitsal Pertama

tuhan, aku terlanjur mencintai

yang tak kau

cintai

kupilin tasbih di sebalik kutang

---ruang

meraung; pohongan hingar; hingga kukatup mata

dan mulut ---adakah masir surga masih langsir; bertaut nganga

serupa kereta: kepala dibanting ke segitiga

akal dipompakan darah; keraguan

serupa mitsal pertama; doa pendosa; ketika

linggar mengokang; kerontang daun

dan ubun dihisap ke asap; nafas dunia

---rona kulit, harum rambut, juga merah jewawut

saat musim lentingkan hujan; langit berserbuk

urap-cecapi gunduk

mimpi; selang-selang yang berkejaran di nadi

secepat kecup pertama di sepasang dada; lalu riuh beringsut

ke rimbun; kusut

payudara

kuulir tasbih

pecahlah bulir-bulir!

Surabaya, 2005


Sajak Mashuri

Akhir Tubuh

ku ganti kalung dengan sabit; kulingkarkan ke lehermu; berjenjang harapan ---tapi tak juga ku dapat darah: masihkah kau mampus, serupa akhir tubuh

hangus!

Surabaya, 2005


Sajak Mashuri

Orang Mati yang Tak Dikuburkan

datang, datanglah ke pengapku; ulir yang mengalir dari gelap; risau daun-daun dimangsa ulat; juga cahya yang pecah terbiar berdarah dilesakkan ke sekujur jazirah; kerna maut tak berbagi dalam satu detik ---segala waktu menghantu

dan tak ada dosa tak berampun di lembayungku ---hidup berkarat dalam sengau; serupa jarak memencil, sunyi labil, sambil berhibuk dengan kemarau; keesaan diri yang dicabut, dan dirambati mimpi-mimpi –mati pun berlabuh bersama hujan, tanpa suara dan terpaan

jika kau lah dipersilah, cakrawalaku tak lagi datar, serupa batas di laut lepas dan luas; tapi gelegar lah mencelat ke dalaman, menukik, ke dasar, dan kusadar: ada yang berbalik, ke bilik, menggedor sendiri, menjebol mimpi lalu menusukkan seribu belati ke terumbu ---langit

berlubang; berahasia

dinistakan

dan diantarkan ke pematang ---saat lahat demikian gencar berdentang

kau akan sampai di belulangku, dan kau akan menemui, aku lah berkarib maut, sebelum menjemput; tapi di sini, tak ada yang dikubur, kerna segalanya masih menghambur ---di udara

sebangsa selaksa asap mendesak-desak dada;

tak ada kubur bagi penyair

dan kau akan melihat seluruh tugu, batu dan nganga yang menyembilu di antara mata, telinga dan durja dipenuhi kata-kata; gerak yang memahat diri di sekujur pohon ---hidup

menghidupi, bunga, rumput juga padang-padang yang hanya berisi derak hampa; suara-suara

---kekosongan niskala

Surabaya, 2005


Sajak Mashuri

Orang-orang Mati Bangkit

kita ---orang-orang mati; bersendiri di ruang, diri, kita bercakap dengan gelap; tapi siapa peduli, kecuali remah sunyi yang tercampak di kaki sebelum segalanya dihitung jam, dan kita dicederai pertanyaan

hari kebangkitan?

alangkah jauh kita bersauh, lenguh kita ---hari ini—serupa pertalian dua angsa, saat leher-leher memanjang; memberi tanda; awal

lalu terpenggal; sebelum adzar terbiar berhenti di pal-pal: tempat penyimpanan alat kematian! ah terlalu berlalu, sejauh mata meloncatkan pandang ke seberang dan tak ada janji tuk kembali, kerna bintang benderang ---selamanya dalam ingatan, meski gelap berkali-kali membungkusnya dan memberi peringatan agar diam, di pangkuan semesta

di kelahiran, kita dipesan maut, serupa lumut yang terus menebal di pikiran dan perasaan, berdenyut di darah; meremangkan suasana; saat segala daun bertunas lalu gugus kubur bergegas gugur selekas kilat

meski mati mematri di nadi, kita tak ambil peduli; permainan harus dinyalakan, dalam api, di luar api; agar dalam dinginpun kita bisa membangkitkan kenang, impian, juga ingatan; dan segalanya bermula dari pergerakan diam-diam

di selangkang!

----atau bersitahan dengan diri

di pengap kamar; saat jemu serupa batu merajam!

Surabaya, 2005


Sajak Mashuri

Mimesis

kupindah bayang-bayang

ke laut

tapi langit mencabutnya

katanya : “biarkan cermin itu di mataku”

tapi hujan terus bercucuran

di atap

gelisahku

Surabaya, 2005


Sajak Mashuri

Daya Hening

terumbu

---aku terkesima oleh kesabaran yang mencelat

ke runtuhmu; serupa kiblat berkhianat dari derap

batu-batu

sesat; saat riuh berulir menciummu; sorban

kugantung di kengaaan; dian tak lagi

bermimpi; ada kelambu, di sebalik arus risau

laut dikeringkan dahaga ikan ---pancaran malam

mencumbu kafan

hening

terbiar

Surabaya, 2005


Sajak Mashuri

Sungsang

lahirku sungsang ---serupa beringin

kapak menghujan dalam angin, dan tak ada

rintik; kecuali serbuk besi –merah

dahagakan darah

menisbat pada nubuat dan denah; tapi mata

diparam sambal

ketika rambutku tercerabut dan menghunjam

tanah

barzanzi ---masihkah sunyi

lebur dingin di kuali; meski nyala melata

dari jati

dalam wujud api

dan tak ada telapak di sepanjang jejak

selain suara-suara

sengak; retak diri, akar yang melayang

di udara

dan kebisuan

pada tanah, aku berjanji ---serupa ular

meliang di gelap dampar

sambil mengungkit langit ---di sungai

sangsai

pada bayang, sendiri

menyepuh dunia; di mimpi tercela

setubuh sia-sia

Surabaya, 2005

Tidak ada komentar: