Senin, 05 Januari 2009

Sajak Kegaiban














Sajak Mashuri

Tongkat Mimpi

Ku belah kembali laut yang susut di telukku
ketika pagi membawa nampan sesaji: sekantung embun
sejari sepi, juga fajar yang berbinar
mendahului matahari
---tapi malam masih menjalari nafasku
bagai insang terpasang di paru: aku pun bermadah
bagai nelayan
buta, yang berharap gemintang di angkasa
tidak sirna, tidak tenggelam ke samudera cahaya
aku berharap meski siang telah menjadi hamparan permadani
yang suguhkan beribu warna, tapi juga
mengubur berjuta doa yang dilesakkan
ke cakrawala

bak fakir yang mendamba kembali malam,
aku tiriskan kerinduan di pantai, memeram
kembali sangsai
lalu berhibuk di antara lubuk laut dan teluk
sebentuk jarak yang saling bersirapat dengan ceruk
mimpiku
perihal lautan yang bergelombang, perihal pantai
pasir yang beriuhan, juga
nyiur yang melulur alur,
juga puja yang merakit mantra-mantra:

‘ya penguasa semesta,
kembalikan tongkatku
karena aku ingin melihat dasar lautku
meski ia susut, karena waktu telah menyuguhkan
mautnya, pisaunya
juga kekaribannya yang ganjil’

Ku belah kembali laut yang susut di telukku
meski mantra itu telah menjadi bayi
yang tergolek di pangkuan bumi
dan tongkatku telah tumbuh menjadi mimpi

2008