Jumat, 11 April 2008

Puisi Suci

Sajak Mashuri

Ruh Pelacurku

riuh ruh di pembuluh cabik-cabik darahku

kusebut kau rindu, kerna di matamu

tersisa sorga asing

membenam dalam gelapku yang bergasing

dan pengasingan ini

dengan remah roti, anggur dan selembar surat

tanpa alamat

memberi bukti

: tak ada rumah

abadi, di tepi; segalanya memusar

dalam lingkar jangkar

segalanya bak sampan yang ditambatkan

dengan kesumat dan belukar

lalu kusongsong malam dengan sebuah tudingan

: ia memberimu jubah hitam, kerudung hitam

dan sebilah sorot mata hitam

ia telah melengkapi kesucianmu dengan pengkhianatan

ia telah membaptismu sebagai perayu

dengan sihir waktu

dan sorga yang kesepian di alismu

mulai meraba

: ada mimpi di benak duri, ada sperma di lipat payudara

dan sekuntum mawar tinggal luka dan akar

lalu aku pun bertanya:

“di mana merah, muasal dari pesona di altar

sebilah sapu melantai di marmar…”

tapi tubuhmu pualam

lebam dalam irama perkabungan

kudengar suaramu, bisikmu

seperti lolong panjang doa

: requiem penghabisan dari kala

dan mengabur di udara dengan segala kebusukan

di sebuah alamat, kusebut kau rindu ternoda

seperti pelacur yang terwarta

lewat mimpi, imaji, suara-suara api

lalu kugoreskan pena di sabak merah

amarahku

aku tulis tubuhmu pelangi

dengan ruh suci dan warna abadi

aku pun beramar pada waktu, agar ia membakarmu

di atas nyala api, laksana Sita

lalu Dunia menyebutmu dengan kerinduan terbata

‘Magda, di mana batas mata pelacurku mengindera….’

Surabaya, 2007

Tidak ada komentar: