Sajak Mashuri
Ruh Pelacurku
riuh ruh di pembuluh cabik-cabik darahku
kusebut kau rindu, kerna di matamu
tersisa sorga asing
membenam dalam gelapku yang bergasing
dan pengasingan ini
dengan remah roti, anggur dan selembar surat
tanpa alamat
memberi bukti
: tak ada rumah
abadi, di tepi; segalanya memusar
dalam lingkar jangkar
segalanya bak sampan yang ditambatkan
dengan kesumat dan belukar
lalu kusongsong malam dengan sebuah tudingan
: ia memberimu jubah hitam, kerudung hitam
dan sebilah sorot mata hitam
ia telah melengkapi kesucianmu dengan pengkhianatan
ia telah membaptismu sebagai perayu
dengan sihir waktu
dan sorga yang kesepian di alismu
mulai meraba
: ada mimpi di benak duri, ada sperma di lipat payudara
dan sekuntum mawar tinggal luka dan akar
lalu aku pun bertanya:
“di mana merah, muasal dari pesona di altar
sebilah sapu melantai di marmar…”
tapi tubuhmu pualam
lebam dalam irama perkabungan
kudengar suaramu, bisikmu
seperti lolong panjang doa
: requiem penghabisan dari kala
dan mengabur di udara dengan segala kebusukan
di sebuah alamat, kusebut kau rindu ternoda
seperti pelacur yang terwarta
lewat mimpi, imaji, suara-suara api
lalu kugoreskan pena di sabak merah
amarahku
aku tulis tubuhmu pelangi
dengan ruh suci dan warna abadi
aku pun beramar pada waktu, agar ia membakarmu
di atas nyala api, laksana Sita
lalu Dunia menyebutmu dengan kerinduan terbata
‘Magda, di mana batas mata pelacurku mengindera….’
Surabaya, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar